Selasa, 11 Maret 2014

Percetakan al Quran

Pemerintah Arab Saudi menyiapkan dua juta eksemplar Al-Quran untuk jemaah yang menunaikan ibadah haji tahun ini. Secara keseluruhan, setiap tahun, 10.000.000 Al-Quran disebarluaskan ke seluruh penjuru dunia.
 
Tim Media Center Haji (MCH) Madinah, Arab Saudi,  memperoleh kesempatan berkunjung ke Kompleks Percetakan Al-Quran Raja Fahd di Madinah. Lembaga yang dalam bahasa Arab disebut Mujamma` al-Malik Fahd Li Thiba`a al-Mushaf al-Syarif Madinah al-Munawarah ini, berada di bawah naungan Kementerian Urusan Agama Islam Kerajaan Arab Saudi.
 
Dalam kesempatan tersebut, Tim MCH yang terdiri atas 6 wartawan masing-masing mendapat 1 mushaf Al-Quran dan Terjemahnya oleh pihak percetakan. Dalam Al-Quran yang mencantumkan nama pengurus Yayasan Penyelenggara Penerjemah (Penafsir) Al-Quran Indonesia seperti almarhum Prof TM Hasbi Ashhshiddiqi dan kawan-kawan ini, terdapat tulisan 'Wakaf Dari Pelayan Dua Tanah Suci, Raja Abdullah bin Abdul Aziz Ali Sa'ud'.
 
Menurut Kepala Daker Madinah Akhmad Jauhari, jutaan Al-Quran itu dibagikan oleh Kerajaan Arab Saudi melalui Komplek Percetakan Al-Quran Raja Fahd di Madinah Al-Munawarah. Inilah yang mendorong para jemaah haji antusias mendatangi kompleks percetakan sebagai salah satu dari tujuan ziarah (wisata spiritual) di Kota Suci.
 
Percetakan Al-Quran terbesar di dunia itu, terletak di jalan menuju Kota Tabuk, atau sekira 10 kilometer dari Madinah. Percetakan yang bersebelahan dengan pusat pelatihan tempur tentara Kerajaan Arab Saudi ini didirikan pada bulan Safar 1405 Hijriyah atau 1984 Masehi.
 
"Kompleks percetakan ini diresmikan Malik Fahd atau Raja Fahd, karena itu dinamakan 'Kompleks Malik Fahad'," ucap pegawai publikasi Kompleks Malik Fahd, Syeikh Ahmad yang menerima Tim MCH Madinah. Tak tanggung-tanggung, percetakan Al-Quran itu sangat luas. Yakni, mencapai 250.000 meter persegi yang dilengkapi puluhan gedung bertingkat.
 
Gedung itu antara lain, terdiri atas pabrik percetakan, asrama pengurus, perbengkelan mesin, poliklinik, kafetaria, gudang penyimpanan hasil produksi, dan gudang pemusnahan mushaf Al-Quran yang cacat produksi.
 
Ada juga gedung pusat pelatihan pegawai, pusat pengembangan 'dirasat' (pembelajaran) Al-Quran, asrama pegawai, penginapan tamu, ruang pejabat tinggi negara, tempat pembuatan CD, VCD, dan DVD Al-Quran, ruang produksi video sejarah Al-Quran untuk para tamu, dan sebagainya.
 
Di lantai dua gedung tersebut, terdapat ruang pengawasan kualitas hasil cetak Al-Quran. Selain itu, juga ada lemari-lemari raksasa untuk menyimpan koleksi Al-Quran dari berbagai bahasa yang pernah diterbitkan percetakan tersebut. "Kalau di lantai satu merupakan lokasi percetakan dengan 1.700 petugas, maka lantai dua ada ruang kontrol Al-Quran dengan 450 pengawas," kata Syeikh Ahmad.
 
Karena itu, percetakan Al-Quran ini kerap disebut sebagai yang terbesar di dunia. Yakni, dengan kapasitas cetak sekira 30 juta eksemplar per tahun. Menurut Ahmad, selain cetakan tertulis, Al-Quran juga diproduksi dalam berbagai bentuk, seperti peranti elektronik berupa CD (compact disk) dan kaset.
 
"Cetakannya pun bervariasi, ada kategori 30 juz (1 jilid), 5 juz (enam jilid), dan satu juz (30 jilid). Sejak berdiri tahun 1984 sampai sekarang, 240 juta jilid Al-Quran sudah dihasilkan dan dibagikan ke seluruh penjuru dunia," ucapnya.
 
Untuk kepentingan syiar Islam, Percetakaan Mushaf Al-Quran Kompleks Raja Fahd ini juga mencetak Al-Quran beserta terjemahnya ke dalam 53 bahasa. Di antaranya, bahasa Afrika seperti bahasa Zulu dan sebagainya; Arab; Indonesia, Thailand, Jepang, China dan bahasa Asia lainnya; Inggris, Spanyol, Urdu, dan lain-lain.
 
Al-Quran ini dibagikan secara gratis, baik melalui pengiriman langsung ke negara-negara yang bersangkutan, maupun dibagikan di Arab Saudi saat umat Islam menunaikan ibadah haji.
 
"Alhamdulillah, program kami mencetak Al-Quran dan terjemahnya dalam 53 bahasa sudah terlaksana. Al-Quran yang model ini kami bagikan secara gratis. Untuk musim haji tahun ini, kami bagi dua juta jilid. Semoga Allah memudahkan semua urusan ini," kata Syeikh Ahmad.

Mengenal percetakan al quran

Pusat Percetakan Alquran atau Majma Malik Fahd Lithiba`ah Mushhaf Syariif di Madinah, saat ini mampu memproduksi Kitab Alquran hingga 30 juta eksemplar per tahun dengan 26 jenis mushaf serta Alquran yang disertai terjemahan dari berbagai bahasa.

Keterangan tertulis yang ada di ruang pamer Al-Quran, dijelaskan, percetakan yang beroperasi sejak tahun 1984 itu tersebut memproduksi Alquran dan terjemahan dalam 47 bahasa termasuk Bahasa Indonesia dan Bahasa etnis Mandar, Sulawesi Selatan.

Alquran dengan terjemahan Bahasa Mandar itu terpapang bersama dengan Alquran dengan terjemahan Bahasa Indonesia dan Uighur yang merupakan sebuah daerah sebuah daerah otonomi di Republik Rakyat China.

Ide pembuatan Alquran dengan tafsir Bahasa Mandar ini berawal dari gagasan Baharuddin Lopa, yang saat itu menjadi duta besar Indonesia untuk Arab Saudi. Edisi perdana diluncurkan sekira 2005 dan diproduksi sebanyak 20 ribu eksemplar

Percetakan itu pun mencetak Alquran dengan terjemahan menggunakan bahasa sejumlah etnis di Afrika, seperti Anku, Husa, Zulu, Urumiyah, dan Amhuriyah.

Saat ini Alquran dan terjemahan berbahasa Indonesia sudah tersebar mencapai 160 juta eksemplar yang mencakup wilayah Malaysia, Singapura, dan Brunei Darussalam. Sementara Alquran dan terjemahan berbahasa Mandar sudah disebar sebanyak satu juta eksemplar.

Selain itu, dicetak juga Alquran dan terjemahan dalam bahasa Uighur (beredar di Senzhen dan Turkistan timur) sebanyak tujuh juta eksemplar, bahasa Persia (Iran, Afghanistan, Tajikistan, dan sekitarnya) 75 juta eksemplar, bahasa Khazaki (Kazakhstan, Cina, Mongolia) delapan juta eksemplar, bahasa Turki (Turki, Bulgaria) 65 juta eksemplar, bahasa Korea (Korea Utara dan Selatan serta sebagian Cina dan Jepang) 60 juta eksemplar, dan bahasa Cina (Taiwan dan wilayah Cina daratan) satu miliar eksemplar.

Percetakan itu pun telah mencetak Alquran dan terjemahan berbahasa Inggris sebanyak 1,9 miliar eksemplar (untuk disebarkan ke Inggris Raya, Amerika Utara, Australia, dan Selandia Baru), Jerman (323 juta eksemplar), Yunani (12 juta eksemplar), Bosnia (19 juta eksemplar), Prancis (359 juta eksemplar), Spanyol (618 juta eksemplar), Macedonia (tiga juta eksemplar), Portugis (160 juta eksemplar), Rusia (455 juta eksemplar), bahasa Albania (enam juta eksemplar), bahasa Thai (74 juta eksemplar), bahasa Burma (42 juta eksemplar), bahasa Vietnam (60 juta eksemplar), dan bahasa Iran ( satu juta eksemplar).

Tak hanya itu, percetakan Alquran pun mencetak Alquran dan terjemahan dalam bahasa yang digunakan oleh etnis tertentu di wilayah Asia Selatan

Selain memproduksi Alquran, percetakan itu juga memproduksi rekaman tilawah dalam bentuk CD, program komputer, serta karya ilmiah yang terkait dengan Alquran dan ilmu Alquran.

Jamaah Indonesia biasanya meluangkan waktu mengunjungi percetakan itu selain kunjungan ke tempat ziarah yang tersebar di beberapa tempat.

Mushaf usmani

Apakah “Mushaf Madinah” Dari Saudi Arabia Merupakan Satu-Satunya Mushaf Yang “Paling Usmani”?

Pada tahun 1998/1999 Lajnah Pentashih Mushaf Al-Qur’an yang berada pada Puslitbang Lektur Agama Badan Litbang Departemen (sekarang Kementerian) Agama menyusun buku Pedoman Umum Penulisan dan Pentashihan Mushaf Al-Qur’an dengan Rasm Usmani. Ketika membahas istilah dan tarjih riwayat, disebutkan dalam buku tersebut bahwa sebagaimana dalam disiplin ilmu hadis ada istilah asy-Syaikhan (dua guru besar) yaitu Imam Bukhari dan Imam Muslim, dalam fiqh Syafi’iyah yang dimaksud adalah Imam Nawawi dan Imam Rafi’i, maka dalam ilmu rasm yang dimaksud adalah Abu Amr ad-Dani (w. 444 H) dan Abu Daud (w. 496 H).
Kedua imam rasm ini, walaupun satu perguruan – yang pertama adalah guru yang kedua – namun dalam bidang rasm acapkali keduanya berbeda. Jika terjadi perbedaan antara keduanya dalam penulisan Al-Qur’an, maka ada yang mentarjih riwayat Abu Daud sebagaimana “Mushaf al-Madinah an-Nabawiyah” yang diterbitkan oleh Mujamma’ al-Malik Fahd, Saudi Arabia. Akan halnya dengan mushaf yang diterbitkan di Libya yang menggunakan qira’at Nafi’ riwayat Qalun, maka yang dipakai adalah riwayat ad-Dani sebagaimana dituangkan dalam kitab al-Muqni fi Mashahif Ahl al-Amshar.
Dewasa ini, “Mushaf Madinah” tersebar sangat luas, karena pemerintah Saudi selama bertahun-tahun membagikan mushaf cetakannya secara gratis, tidak saja bagi semua jamaah haji yang datang ke tanah suci, namun juga ke lembaga-lembaga Islam di seluruh Indonesia. Selain itu, banyak juga beredar produk-produk Al-Qur’an impor yang merupakan reproduksi mushaf tersebut, dan di samping itu, banyak pula sarjana Indonesia yang pulang dari studinya di Timur Tengah. Akibatnya, muncul sebagian pandangan “miring” yang terkadang memunculkan dampak negatif, yang menganggap bahwa Mushaf Madinah-lah satu-satunya yang “paling usmani” di antara mushaf lainnya, termasuk bila diperbandingkan dengan “mushaf lokal” terbitan Indonesia.
Berikut ini adalah informasi awal yang diharapkan dapat membantu para pembaca dan penggiat studi Al-Qur’an untuk dapat meletakkan secara proporsional wacana rasm usmani. Pada Ta’rif bi-hadza al-Mushaf (pengenalan mushaf ini) di halaman akhir Mushaf Madinah terbitan Mujamma’ al-Malik Fahd tahun 1407 H/1986 M, dinyatakan:
Ta'rif pada Muhaf Madinah
“Rasm mushaf ini ditulis berdasarkan periwayatan ulama-ulama rasm yang bersumber dari mushaf-mushaf hasil distribusi Khalifah Usman ke  Basrah, Kufah, Syam, Makkah, Madinah dan mushaf pribadi Khalifah serta beberapa salinan mushaf yang bersumber dari beberapa mushaf tersebut. Pola penulisan rasm pada mushaf ini adalah sesuai dengan  riwayat asy-Syaikhan, yaitu Abu Amr ad-Dani dan Abu Daud Sulaiman bin Najah, dengan men-tarjih pandangan Abu Daud bila terjadi perbedaan (dengan ad-Dani)."
Di sini, Mujamma’ dengan tegas mengatakan bahwa acuan rasm usmani Mushaf Madinah adalah sesuai dengan  riwayat asy-Syaikhan, yaitu Abu Amr ad-Dani dan Abu Daud Sulaiman bin Najah, dengan men-tarjih pandangan Abu Daud bila terjadi perbedaan (dengan ad-Dani). Namun, setelah diteliti ulang dengan mengkaji sejumlah literatur dan mengecek kembali kebenaran sumbernya, ternyata terdapat beberapa pola penulisan yang tidak sepenuhnya mengacu secara konsisten kepada mazhab Abu Daud. Oleh karena itu, pada cetakan tahun 1426 H/2004 M, redaksi pada halaman Ta’rif bi-hadza al-Mushaf ditambah menjadi sebagai berikut:
Muqaddimah Mukhtashar at-Tabyin li-Hija’ at-Tanzi
“Rasm mushaf ini ditulis berdasarkan periwayatan ulama-ulama rasm yang bersumber dari mushaf-mushaf hasil distribusi Khalifah Usman ke  Basrah, Kufah, Syam, Makkah, Madinah dan mushaf pribadi Khalifah serta beberapa salinan mushaf yang bersumber dari beberapa mushaf tersebut. Pola penulisan rasm pada mushaf ini adalah sesuai dengan  riwayat asy-Syaikhan, yaitu Abu Amr ad-Dani dan Abu Daud Sulaiman bin Najah, dengan men-tarjih pandangan Abu Daud bila terjadi perbedaan (dengan ad-Dani) pada umumnya, dan terkadang dirujuk dari ulama selain keduanya.”
Dalam ilmu rasm usmani, sebenarnya banyak tokoh yang dapat dijadikan rujukan. Sebut misalnya menurut al-Kharraz (w. 718 H), selain ad-Dani dan Abu Daud setidaknya terdapat dua tokoh yang memiliki andil besar dalam melegitimasi dua karya Syaikhani di atas, bahkan memberikan beberapa tambahan pembahasan yang belum ada dalam kajian para pendahulunya, yakni Abul-Hasan Ali bin Muhammd al-Muradi al-Andalusi atau yang lebih dikenal dengan nama al-Balansi (w. 564 H) dalam kitabnya al-Munshif, dan Abu Muhammad Qasim Firruih bin Abi al-Qasim bin Ahmad atau yang lebih terkenal disebut asy-Syatibi (w. 590 H) dalam karyanya al-Aqilat al-Atraf.
Lebih lanjut Dr. Ganim Qadduri (Dosen Fakultas Tarbiyah dari Universitas Tikrit, Irak) dalam makalahnya “Juhud al-Ummah fi Rasm al-Qur’an al-Karim” dalam Muktamar Internasional tentang Al-Qur’an dan Diskursus Keilmuannya (al-Mu’tamar al-Alami al-Awwal fi al-Qur’an al-Karim wa-’Ulumih) yang dilaksanakan di Fez, Maroko, pada tahun 2011, berhasil melakukan studi bibliografi dengan mengungkap beberapa literatur sebelum al-Balansi dan asy-Syatibi, bahkan semasa dengan as-Syaikhani, misalnya al-Masahif karya Ibnu Abu Dawud (w. 316 H), Idhah al-Waqfi wa al-Ibtida karya Ibnu al-Anbari (w. 327 H), Hija’u al-Mashahif al-Amshar karya al-Mahdawi (w. 440 H), al-Badi’ fi Ma’rifati ma Rusima fi al-Mushaf karya al-Juhani (w. 442 H), al-Mukhtasar fi Marsum al-Mashahif karya al-Uqaili (w. 623), dan al-Jami’ lima Yahtaju ilaihi min Rasm al-Mushaf karya Ibn Watsiq al-Andalusi (w. 654 H).
Berikut ini adalah salah satu jawaban yang dapat diketengahkan dari hasil studi Dr. Ahmad bin Ahmad bin Mu’ammar Syirsyal dalam Muqaddimah Mukhtashar at-Tabyin li-Hija’ at-Tanzil, (Madinah: Mujamma’ Malik Fahd Litaba’atil Mushaf as-Syarif, 1421 H/ 2004 M), juz 1, hlm. 341:
Gambar Muqaddimah Mukhtashar at-Tabyin li-Hija’ at-Tanzil
Dalam Al-Qur’an, kata “al-Asbab” terdapat di empat tempat, yaitu Surah Gafir/40:37 (asbabas-samawat), al-Baqarah/2:166 (wataqat’ta’at bihimul-asbab), Shad/38:10 (fal-yartaqu fil-asbab), dan Gafir/40:36 (la’alli ablugul-asbab). Pada kata ini, menurut al-Kharraz (w. 718 H) – penulis kitab Maurid ad-Dham’an dengan 608 bait tentang rasm usmani – adalah khazf al-alif (setelah ba’) kecuali pada satu tempat (yakni pada al-Baqarah/2: 166 (wa taqatta’at bihim al-asbab). Setelah diteliti oleh Dr. Syirsyal, dalam enam makhtuta(naskah tulisan tangan) at-tabyin, tidak ada satu pun keterangan di dalamnya. Keterangan pengecualian ini kemungkinan justru ada dalam kitab al-Munshif (Nadzam at-Tabyin) yang ditulis oleh al-Balansi (w. 564 H).
Enam manuskrip (makhtutat) yang menjadi sumber dan dasar kajian Dr. Syirsyal, yaitu empat naskah koleksi Bibliotheca al-Hasaniya Rabat Maroko (no. 6/62-63, 1/21, 6/64); satu buah naskah koleksi Bibliotheca al-Qairuwan Tunisia (no. 226); dan satu buah koleksi Dar al-Kutub ad-Dahiriyyah Mesir (no. 5964).
Semoga informasi singkat ini dapat membantu untuk melihat rasm usmani Mushaf Madinah secara lebih objektif dan proporsional. Wallahu a’lam.[]

FB

FB