Apakah “Mushaf Madinah” Dari Saudi Arabia Merupakan Satu-Satunya Mushaf Yang “Paling Usmani”?
Pada tahun 1998/1999 Lajnah Pentashih Mushaf Al-Qur’an yang berada pada Puslitbang Lektur Agama Badan Litbang Departemen (sekarang Kementerian) Agama menyusun buku Pedoman Umum Penulisan dan Pentashihan Mushaf Al-Qur’an dengan Rasm Usmani. Ketika membahas istilah dan tarjih riwayat, disebutkan dalam buku tersebut bahwa sebagaimana dalam disiplin ilmu hadis ada istilah asy-Syaikhan (dua guru besar) yaitu Imam Bukhari dan Imam Muslim, dalam fiqh Syafi’iyah yang dimaksud adalah Imam Nawawi dan Imam Rafi’i, maka dalam ilmu rasm yang dimaksud adalah Abu Amr ad-Dani (w. 444 H) dan Abu Daud (w. 496 H).
Kedua imam rasm ini, walaupun satu perguruan – yang pertama adalah guru yang kedua – namun dalam bidang rasm acapkali keduanya berbeda. Jika terjadi perbedaan antara keduanya dalam penulisan Al-Qur’an, maka ada yang mentarjih riwayat Abu Daud sebagaimana “Mushaf al-Madinah an-Nabawiyah” yang diterbitkan oleh Mujamma’ al-Malik Fahd, Saudi Arabia. Akan halnya dengan mushaf yang diterbitkan di Libya yang menggunakan qira’at Nafi’ riwayat Qalun, maka yang dipakai adalah riwayat ad-Dani sebagaimana dituangkan dalam kitab al-Muqni fi Mashahif Ahl al-Amshar.
Dewasa ini, “Mushaf Madinah” tersebar sangat luas, karena pemerintah Saudi selama bertahun-tahun membagikan mushaf cetakannya secara gratis, tidak saja bagi semua jamaah haji yang datang ke tanah suci, namun juga ke lembaga-lembaga Islam di seluruh Indonesia. Selain itu, banyak juga beredar produk-produk Al-Qur’an impor yang merupakan reproduksi mushaf tersebut, dan di samping itu, banyak pula sarjana Indonesia yang pulang dari studinya di Timur Tengah. Akibatnya, muncul sebagian pandangan “miring” yang terkadang memunculkan dampak negatif, yang menganggap bahwa Mushaf Madinah-lah satu-satunya yang “paling usmani” di antara mushaf lainnya, termasuk bila diperbandingkan dengan “mushaf lokal” terbitan Indonesia.
Berikut ini adalah informasi awal yang diharapkan dapat membantu para pembaca dan penggiat studi Al-Qur’an untuk dapat meletakkan secara proporsional wacana rasm usmani. Pada Ta’rif bi-hadza al-Mushaf (pengenalan mushaf ini) di halaman akhir Mushaf Madinah terbitan Mujamma’ al-Malik Fahd tahun 1407 H/1986 M, dinyatakan:
“Rasm mushaf ini ditulis berdasarkan periwayatan ulama-ulama rasm yang bersumber dari mushaf-mushaf hasil distribusi Khalifah Usman ke Basrah, Kufah, Syam, Makkah, Madinah dan mushaf pribadi Khalifah serta beberapa salinan mushaf yang bersumber dari beberapa mushaf tersebut. Pola penulisan rasm pada mushaf ini adalah sesuai dengan riwayat asy-Syaikhan, yaitu Abu Amr ad-Dani dan Abu Daud Sulaiman bin Najah, dengan men-tarjih pandangan Abu Daud bila terjadi perbedaan (dengan ad-Dani)."
Di sini, Mujamma’ dengan tegas mengatakan bahwa acuan rasm usmani Mushaf Madinah adalah sesuai dengan riwayat asy-Syaikhan, yaitu Abu Amr ad-Dani dan Abu Daud Sulaiman bin Najah, dengan men-tarjih pandangan Abu Daud bila terjadi perbedaan (dengan ad-Dani). Namun, setelah diteliti ulang dengan mengkaji sejumlah literatur dan mengecek kembali kebenaran sumbernya, ternyata terdapat beberapa pola penulisan yang tidak sepenuhnya mengacu secara konsisten kepada mazhab Abu Daud. Oleh karena itu, pada cetakan tahun 1426 H/2004 M, redaksi pada halaman Ta’rif bi-hadza al-Mushaf ditambah menjadi sebagai berikut:
“Rasm mushaf ini ditulis berdasarkan periwayatan ulama-ulama rasm yang bersumber dari mushaf-mushaf hasil distribusi Khalifah Usman ke Basrah, Kufah, Syam, Makkah, Madinah dan mushaf pribadi Khalifah serta beberapa salinan mushaf yang bersumber dari beberapa mushaf tersebut. Pola penulisan rasm pada mushaf ini adalah sesuai dengan riwayat asy-Syaikhan, yaitu Abu Amr ad-Dani dan Abu Daud Sulaiman bin Najah, dengan men-tarjih pandangan Abu Daud bila terjadi perbedaan (dengan ad-Dani) pada umumnya, dan terkadang dirujuk dari ulama selain keduanya.”
Dalam ilmu rasm usmani, sebenarnya banyak tokoh yang dapat dijadikan rujukan. Sebut misalnya menurut al-Kharraz (w. 718 H), selain ad-Dani dan Abu Daud setidaknya terdapat dua tokoh yang memiliki andil besar dalam melegitimasi dua karya Syaikhani di atas, bahkan memberikan beberapa tambahan pembahasan yang belum ada dalam kajian para pendahulunya, yakni Abul-Hasan Ali bin Muhammd al-Muradi al-Andalusi atau yang lebih dikenal dengan nama al-Balansi (w. 564 H) dalam kitabnya al-Munshif, dan Abu Muhammad Qasim Firruih bin Abi al-Qasim bin Ahmad atau yang lebih terkenal disebut asy-Syatibi (w. 590 H) dalam karyanya al-Aqilat al-Atraf.
Lebih lanjut Dr. Ganim Qadduri (Dosen Fakultas Tarbiyah dari Universitas Tikrit, Irak) dalam makalahnya “Juhud al-Ummah fi Rasm al-Qur’an al-Karim” dalam Muktamar Internasional tentang Al-Qur’an dan Diskursus Keilmuannya (al-Mu’tamar al-Alami al-Awwal fi al-Qur’an al-Karim wa-’Ulumih) yang dilaksanakan di Fez, Maroko, pada tahun 2011, berhasil melakukan studi bibliografi dengan mengungkap beberapa literatur sebelum al-Balansi dan asy-Syatibi, bahkan semasa dengan as-Syaikhani, misalnya al-Masahif karya Ibnu Abu Dawud (w. 316 H), Idhah al-Waqfi wa al-Ibtida karya Ibnu al-Anbari (w. 327 H), Hija’u al-Mashahif al-Amshar karya al-Mahdawi (w. 440 H), al-Badi’ fi Ma’rifati ma Rusima fi al-Mushaf karya al-Juhani (w. 442 H), al-Mukhtasar fi Marsum al-Mashahif karya al-Uqaili (w. 623), dan al-Jami’ lima Yahtaju ilaihi min Rasm al-Mushaf karya Ibn Watsiq al-Andalusi (w. 654 H).
Berikut ini adalah salah satu jawaban yang dapat diketengahkan dari hasil studi Dr. Ahmad bin Ahmad bin Mu’ammar Syirsyal dalam Muqaddimah Mukhtashar at-Tabyin li-Hija’ at-Tanzil, (Madinah: Mujamma’ Malik Fahd Litaba’atil Mushaf as-Syarif, 1421 H/ 2004 M), juz 1, hlm. 341:
Dalam Al-Qur’an, kata “al-Asbab” terdapat di empat tempat, yaitu Surah Gafir/40:37 (asbabas-samawat), al-Baqarah/2:166 (wataqat’ta’at bihimul-asbab), Shad/38:10 (fal-yartaqu fil-asbab), dan Gafir/40:36 (la’alli ablugul-asbab). Pada kata ini, menurut al-Kharraz (w. 718 H) – penulis kitab Maurid ad-Dham’an dengan 608 bait tentang rasm usmani – adalah khazf al-alif (setelah ba’) kecuali pada satu tempat (yakni pada al-Baqarah/2: 166 (wa taqatta’at bihim al-asbab). Setelah diteliti oleh Dr. Syirsyal, dalam enam makhtutat (naskah tulisan tangan) at-tabyin, tidak ada satu pun keterangan di dalamnya. Keterangan pengecualian ini kemungkinan justru ada dalam kitab al-Munshif (Nadzam at-Tabyin) yang ditulis oleh al-Balansi (w. 564 H).
Enam manuskrip (makhtutat) yang menjadi sumber dan dasar kajian Dr. Syirsyal, yaitu empat naskah koleksi Bibliotheca al-Hasaniya Rabat Maroko (no. 6/62-63, 1/21, 6/64); satu buah naskah koleksi Bibliotheca al-Qairuwan Tunisia (no. 226); dan satu buah koleksi Dar al-Kutub ad-Dahiriyyah Mesir (no. 5964).
Semoga informasi singkat ini dapat membantu untuk melihat rasm usmani Mushaf Madinah secara lebih objektif dan proporsional. Wallahu a’lam.[]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar